Cerpen "Kala Mata Berbicara"
Ia merengkuh jiwa yang malang.
Nasib menghampirinya sambil tertawa licik menatapnya, "mengapa kau tertawa seperti itu padaku?" tanya gadis kecil berkulit gelap.
Pria bertubuh besar yang tengah dihadapannya lagi-lagi hanya tertawa.
Justru kini semakin meninggikan volume suaranya. Gadis kecil itu sungguh terheran dibuatnya. Ia menebak-nebak namun tak sanggup bahkan tak satupun berhasil ia raih melalui logikanya.
Kini mulutnya tersungging tanda tanya besar, "Hey, mengapa kau masih tertawa padaku seperti itu?"
Kini giliran pria itu yang menatap tajam ke arah gadis kecil,"Masih tak sadarkah mengapa aku mentertawaimu?"
Gadis itu dengan polosnya ia menggelengkan kepala dengan pelan.
"Bodohnya." Pria itu mengelus lembut rambut kasar si pemilik kulit hitam.
"Mengapa kau melakukannya?" tanya Gadis itu penasaran.
"Bukankah kita ini sama?" jawabnya yang membuat si gadis kulit hitam mengernyitkan dahinya.
"Sama dalam hal apa? Kau bertubuh besar dan aku bertubuh kecil. Jelas kita berbeda dalam segalanya."
Pria itu menggelengkan kepalanya sambil berdecak.
"Kau masih belum menemui jawabannya?"
Gadis itu menggeleng kepalanya dengan pelan.
"Untuk apa kita disini jika kita bukan sama?"
Gadis itu merunduk sedih saat pria itu berhasil membuatnya mengingat kembali memory di dalam ingatannya.
"Kau benar." balas Gadis itu dengan lirih.
"Lalu mengapa kau masih tetap disini? Ini bukan tempatmu..." Pria itu menyeratakan tubuhnya dengan cara berjongkok di hadapan gadis itu, "Kembalilah.. ke tempat asalmu."
Matanya seketika nanar saat pria bertubuh besar dengan pangkat di baju dinasnya, "Keluargaku disini, maka biarkanlah aku disini. Mati bersama keluargaku lainnya. Maka, aku akan terus bersama-sama keluargaku."
Tak lama kemudian pria itu mengeluarkan pistol dari saku celananya dan gadis itu tertembak mati di depan mata pria berkulit putih itu.
Nasib menghampirinya sambil tertawa licik menatapnya, "mengapa kau tertawa seperti itu padaku?" tanya gadis kecil berkulit gelap.
Pria bertubuh besar yang tengah dihadapannya lagi-lagi hanya tertawa.
Justru kini semakin meninggikan volume suaranya. Gadis kecil itu sungguh terheran dibuatnya. Ia menebak-nebak namun tak sanggup bahkan tak satupun berhasil ia raih melalui logikanya.
Kini mulutnya tersungging tanda tanya besar, "Hey, mengapa kau masih tertawa padaku seperti itu?"
Kini giliran pria itu yang menatap tajam ke arah gadis kecil,"Masih tak sadarkah mengapa aku mentertawaimu?"
Gadis itu dengan polosnya ia menggelengkan kepala dengan pelan.
"Bodohnya." Pria itu mengelus lembut rambut kasar si pemilik kulit hitam.
"Mengapa kau melakukannya?" tanya Gadis itu penasaran.
"Bukankah kita ini sama?" jawabnya yang membuat si gadis kulit hitam mengernyitkan dahinya.
"Sama dalam hal apa? Kau bertubuh besar dan aku bertubuh kecil. Jelas kita berbeda dalam segalanya."
Pria itu menggelengkan kepalanya sambil berdecak.
"Kau masih belum menemui jawabannya?"
Gadis itu menggeleng kepalanya dengan pelan.
"Untuk apa kita disini jika kita bukan sama?"
Gadis itu merunduk sedih saat pria itu berhasil membuatnya mengingat kembali memory di dalam ingatannya.
"Kau benar." balas Gadis itu dengan lirih.
"Lalu mengapa kau masih tetap disini? Ini bukan tempatmu..." Pria itu menyeratakan tubuhnya dengan cara berjongkok di hadapan gadis itu, "Kembalilah.. ke tempat asalmu."
Matanya seketika nanar saat pria bertubuh besar dengan pangkat di baju dinasnya, "Keluargaku disini, maka biarkanlah aku disini. Mati bersama keluargaku lainnya. Maka, aku akan terus bersama-sama keluargaku."
Tak lama kemudian pria itu mengeluarkan pistol dari saku celananya dan gadis itu tertembak mati di depan mata pria berkulit putih itu.
Komentar
Posting Komentar